Sunday, September 30, 2012

BEDOYO KETAWANG, Tari Kaya Filosofi


Tari Bedoyo Ketawang
                Bedoyo Ketawang adalah tarian sacral yang digelar satahun sekali di Keraton Solo. Konon  saat tarian ini di tarikan, Ratu Kidul turut menari sabagai tanda penghormatan kepada raja-raja mataram.
          Memiliki arti “Tarian Bidadari” atau “Tarian Langit”, tarian ini ditarikan 9 penari dan berlangsung 1,5 jam dengan gerakan anggun, diiringi gending Jawa yang monotonic. Karena disebut juga tarian langit, maka tari ini juga dapat memiliki penafsiran sebagai upacara pemujaan kepada Sang Pencipta.

Manusia dan Alam
          Menurut legenda, Bedoyo Ketawang menggambarkan pertemuan antara Panembahan Senopati dengan penguasa Pantai Selatan saat menjalani meditasi. Lebih jauh lagi, Sulistyo Tirtokusumo mengungkapkan, Direktur Seni Pertunjukan Kementerian Pendidikan  Nasional, tarian ini juga mengandung pesan bahwa sebagai makhluk ciptaan Tuhan, manusia harus menghargai lingkungan hidup. “Manusia tidak boleh semena-mena karena alam sudah memberi begitu banyak sumber dayanya kepada manusia, oleh karena itu manusia perlu menghargai dan menjaga alam semesta agar tetap lestari” , tutur Sulistyo.

Terbuka untuk Umum
          Bedoyo Ketawang semula hanya ditarikan oleh abdi dalem Bedhaya Keraton Solo untuk memperingati hari penobatan raja berdasarkan perhitungan kalender Jawa atau Arab. Begitu agungnya tarian ini, bahkan ketika Keraton Solo terbakar beberapa tahun yang lalu, tari Bedoyo Ketawang tetap digelar dilokasi keraton yang tidak ikut terbakar.
          Berbeda dari Bedoyo di Mangkunegaran dan Pakulaman yang ditarikan oleh 7 penari, Bedoyo Ketawang ditarikan oleh 9 penari, yang seluruhnya penari pilihan keratin. Siapa saja pada deasarnya boleh datang ke keratin untuk menyaksikan tarian ini sebagai salah satu cara untuk melestarikan dan memperkenalkan tarian tradisional kepada masyarakat umum.




Penari bagai pengantin

·        Selain suci lahiriyah, para penari Bedoyo juga dituntut untuk berpuasa, terutama menjelang pergelaran.
·        Penari berdandan layaknya pengantin, dengan kain dodot yang panjangnya bisa mencapai  4 meter, samparan, serta sondher (selendang). Seluruh busna tari ini tidak dijahit, melinkan dililit secara berlapis-lapis pada tubuh penari. Rambut penri ditata dengan sanggul dan paes, juga dihias dengan untaian melati.
·        Selama menari, penari tidak boleh menghentikan gerakannya biarpun sebentar. Apabila busana yang dikenakan bergeser ataupun terlepas, disekitar penari sudah berjaga para abdi yang dengan cekatan akan memperbaiki busana mereka.





sumber : majalah PRIORITAS edisi 46

0 comments:

Post a Comment