Tari Bedoyo Ketawang
Bedoyo
Ketawang adalah tarian sacral yang digelar satahun sekali di Keraton Solo. Konon
saat tarian ini di tarikan, Ratu Kidul
turut menari sabagai tanda penghormatan kepada raja-raja mataram.
Memiliki arti
“Tarian Bidadari” atau “Tarian Langit”, tarian ini ditarikan 9 penari dan
berlangsung 1,5 jam dengan gerakan anggun, diiringi gending Jawa yang monotonic.
Karena disebut juga tarian langit, maka tari ini juga dapat memiliki penafsiran
sebagai upacara pemujaan kepada Sang Pencipta.
Manusia dan Alam
Menurut legenda,
Bedoyo Ketawang menggambarkan pertemuan antara Panembahan Senopati dengan
penguasa Pantai Selatan saat menjalani meditasi. Lebih jauh lagi, Sulistyo
Tirtokusumo mengungkapkan, Direktur Seni Pertunjukan Kementerian Pendidikan Nasional, tarian ini juga mengandung pesan
bahwa sebagai makhluk ciptaan Tuhan, manusia harus menghargai lingkungan hidup.
“Manusia tidak boleh semena-mena karena alam sudah memberi begitu banyak sumber
dayanya kepada manusia, oleh karena itu manusia perlu menghargai dan menjaga
alam semesta agar tetap lestari” , tutur Sulistyo.
Terbuka untuk Umum
Bedoyo
Ketawang semula hanya ditarikan oleh abdi dalem Bedhaya Keraton Solo untuk
memperingati hari penobatan raja berdasarkan perhitungan kalender Jawa atau
Arab. Begitu agungnya tarian ini, bahkan ketika Keraton Solo terbakar beberapa
tahun yang lalu, tari Bedoyo Ketawang tetap digelar dilokasi keraton yang tidak
ikut terbakar.
Berbeda dari
Bedoyo di Mangkunegaran dan Pakulaman yang ditarikan oleh 7 penari, Bedoyo
Ketawang ditarikan oleh 9 penari, yang seluruhnya penari pilihan keratin. Siapa
saja pada deasarnya boleh datang ke keratin untuk menyaksikan tarian ini
sebagai salah satu cara untuk melestarikan dan memperkenalkan tarian
tradisional kepada masyarakat umum.
Penari bagai pengantin
·
Selain suci lahiriyah, para penari Bedoyo
juga dituntut untuk berpuasa, terutama menjelang pergelaran.
·
Penari berdandan layaknya pengantin,
dengan kain dodot yang panjangnya bisa mencapai 4 meter, samparan, serta sondher (selendang). Seluruh
busna tari ini tidak dijahit, melinkan dililit secara berlapis-lapis pada tubuh
penari. Rambut penri ditata dengan sanggul dan paes, juga dihias dengan untaian
melati.
·
Selama menari, penari tidak boleh
menghentikan gerakannya biarpun sebentar. Apabila busana yang dikenakan bergeser
ataupun terlepas, disekitar penari sudah berjaga para abdi yang dengan cekatan
akan memperbaiki busana mereka.
sumber : majalah PRIORITAS edisi 46
0 comments:
Post a Comment